Bolehkah Produk Suplemen Memberikan Hadiah?
Bapak pengasuh yang terhormat, saya punya sedikit pertanyaan sebagai berikut. Saya sering mengkonsumsi produk suplemen, baik yang berupa minuman maupun makanan. Hal tersebut saya lakukan untuk menjaga kesehatan dan kualitas fisik. Beberapa produk suplemen, yang saat ini banyak bermunculan jenisnya di pasaran, berusaha menarik minat konsumen dengan iming-iming hadiah berupa barang elektronik, motor, hingga mobil. Bahkan kini ada pariwara yang menampilkan tenaga profesi kedokteran dan organisasi profesi tertentu yang mendukung penggunaan suplemen. Padahal dari beberapa literatur yang dibaca, saya berkesimpulan bahwa penawaran produk suplemen sesungguhnya tidak boleh diperlakukan sama seperti produk barang dan/ atau jasa lainnya. Mengingat produk suplemen bukan kebutuhan yang konsumtif. Masyarakat akhirnya banyak yang tertarik untuk mengkonsumsi suplemen tersebut. Tentang praktek penawaran produk suplemen dengan iming-iming hadiah inilah, apakah UUPK kita telah mengaturnya?. Saya mohon tanggapan dari para pengasuh. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Denny Ariyanto, Tangerang.
Tanggapan:
Produk suplemen, baik yang dimakan maupun diminum, oleh UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dilarang untuk ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah. Hal ini tegas tercantum pada Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan, ?Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain?.
Pasal 13 ayat (2) tersebut juga menyatakan hal yang sama terhadap produk obat-obatan, obat tradisional, alat-alat kesehatan dan pelayanan kesehatan. Mengingat jenis produk barang dan/ atau jasa tersebut bukanlah produk konsumtif, yang dapat dikonsumsi secara bebas. Dan untuk mengkonsumsinya dibutuhkan prasyarat atau alasan, berupa kondisi fisik/ jasmani tertentu yang memang membutuhkan penggunaan produk tersebut. Hal ini juga dimaksudkan oleh UU agar produk-produk tersebut tidak dijadikan jenis komoditas yang dapat diperjualbelikan secara bebas. Bayangkan, bila konsumen mengkonsumsi obat-obatan atau suplemen secara berlebihan hanya untuk memperoleh hadiah yang ditawarkan. Hadiahnya belum tentu di dapat, tetapi efek sampingnya telah kita terima.
Kosumen obat dan suplemen, secara tidak langsung, sering menjadi pihak yang dikorbankan oleh tindakan pelaku usaha obat-obatan dan suplemen. Pelaku usaha menawarkan diskon, bonus dan hadiah kepada pihak toko obat, apotik atau fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, puskes dan klinik, yang berhasil meningkatkan penggunaan produk-produknya. Penawaran yang sama juga diberikan kepada dokter yang telah meningkatkan penjualan melalui resep-resep obat yang diberikan.
Penawaran obat, suplemen dan alat kesehatan juga dilakukan dengan gencar melalui promosi dan iklan di media massa. Tindakan ini pada akhirnya akan merugikan konsumen, sebab, selain konsumen kehilangan haknya untuk melakukan pilihan dalam penggunaan obat, penawaran ini mengakibatkan peningkatan harga obat-obatan, suplemen dan alat kesehatan.
Padahal obat dan alat-alat kesehatan merupakan perbekalan kesehatan yang harus disediakan untuk masyarakat dengan jumlah yang cukup, mudah didapat, mutu yang baik dan harga yang terjangkau (lihat ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 61 beserta penjelasannya).
Disamping persoalan hak dan harga, para dokter dan pakar farmasi juga menyatakan bahwa suplemen dan obat-obatan mengandung zat kimia yang selain mendatangkan manfaat selalu disertai efek samping. Tidak sedikit orang yang mengkonsumsi suplemen dan obat-obatan yang mengakibatkan datangnya penyakit lain dibandingkan menerima khasiatnya, terutama jika penggunaannya tidak sesuai dengan aturan. Cukup sering para pakar bidang kesehatan mengingatkan akibat yang harus ditanggung konsumen bila berlebihan dalam mengkonsumsi. Misalnya, keracunan (sengaja atau kecelakaan), kegemukan dan cacat fisik yang bisa berakhir dengan kematian.
Karena itu, konsumsi suplemen dan obat yang rasional akan mengutamakan keamanan penggunaannya. Ingatlah, bahwa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk merupakan hak konsumen, yang harus dihargai oleh konsumen itu sendiri, dan dihormati oleh setiap pelaku usaha.
Mengenai tenaga profesi dalam promosi dan iklan, kami ingin menambahkan. Bila yang dimaksud dalam promosi dan iklan produk obat-obatan, suplemen, atau alat-alat kesehatan dan layanan jasa kesehatan, adalah profesi kedokteran, baik secara langsung maupun tidak langsung, jelas hal tersebut melanggar Kode Etik Kedokteran. Pada Bagian Kewajiban Umum, Pasal 3 KODEKI disebutkan, Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi, oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Pada penjelasan Pasal 3 KODEKI disebutkan, Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik:
a. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan farmasi/ obat, perusahaan alat kesehatan/ kedokteran atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter;
b. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan obat, alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.
Menjadi tugas dan kewajiban Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia untuk menegakkan Etika Kedokteran, kepada setiap dokter yang melanggarnya.
Somi Awan, S.H.
Aktivis Lembaga Konsumen Jakarta-PIRAC. ( )
Monday, September 10, 2007
Bolehkah Produk Suplemen Memberikan Hadiah?
Posted by
Cheria Holiday
at
2:27 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment