Sejumlah rumah sakit besar berani menginvestasikan duit puluhan miliar untuk membeli alat-alat kesehatan berteknologi canggih. Bagaimana kalkulasi bisnisnya?
Berobat ke luar negeri sudah menjadi bagian dari gaya hidup bagi sebagian kalangan berduit di Indonesia. Banyak dari mereka yang pergi ke rumah sakit Singapura atau Malaysia untuk menyembuhkan penyakitnya. Alasannya jelas: di luar negeri peralatan medisnya lebih canggih dan komplet.
Tren berobat ke mancanegara ini menggelitik para pelaku bisnis rumah sakit. Mereka berpikir, ketimbang duit pasien terbuang lebih banyak untuk ongkos ke luar negeri, mengapa tidak mereka saja yang menyediakan fasilitasnya. Dengan peralatan medis yang sama-sama up to date, tentu biaya yang akan dikeluarkan pasien lebih hemat jika berobat di dalam negeri. Tak ayal, beberapa rumah sakit besar jorjoran membeli alat-alat kesehatan yang serba canggih untuk memenuhi selera pasar.
Pauline Widyawati, Kepala Pemasaran Siloam Hospital, membenarkan, pihaknya berupaya mencegat maraknya golongan menengah-atas yang hendak berobat ke negeri jiran dengan menyediakan fasilitas medis bertaraf internasional. “Upaya ini sebagai langkah meningkatkan layanan masyarakat yang membutuhkan dan mampu,” katanya. Selain itu, yang menjadi pertimbangan pembelian alat kesehatan adalah informasi dari luar tentang magnet yang mampu menarik calon pasien. Contohnya RS A banyak pasiennya karena punya alat B, maka Siloam akan membeli alat kesehatan itu juga. Toh, ia tidak menampik sinyalemen kadang kala biaya pengobatan di luar negeri justru lebih murah dibanding lokal. Mengapa? “Di luar negeri alat kesehatan tidak kena pajak, sehingga mereka bisa jual jasa lebih murah. Sementara, di sini malah kena pajak tinggi,” Pauline menegaskan.
Sementara itu, RS Husada membeli alat kesehatan canggih karena kemampuannya mendiagnosis penyakit lebih cepat dan hasil pemeriksaan lebih akurat. “Setiap manusia punya kecenderungan ingin berumur lebih panjang. Dengan diterapkan teknologi canggih, kami berharap bisa mendiagnosis penyakit lebih dini, serta menyembuhkan secara pasti dan akurat,” ujar mantan pejabat RS Husada yang tidak bersedia menyebutkan jati dirinya ini.
Potensi pasar pun menjadi pertimbangan dalam berbelanja alat kesehatan. “Kami mesti melihat kekuatan pasar. Kira-kira pasiennya banyak atau tidak. Kalau masyarakat di sekitar sini tidak bisa bayar, buat apa beli mahal-mahal. Ya kan,” tukas Winahyo Hardjoprakoso, Presdir Hospital Cinere meyakinkan. Namun, siapa pun mafhum bahwa penduduk di kawasan Hospital Cinere adalah masyarakat menengah-atas, karena di sekitarnya banyak permukiman mewah.
Apa saja alat kesehatan canggih yang dimiliki sejumlah rumah sakit tersebut? Di Hospital Cinere misalnya, peralatan baru semua untuk Klinik Kardiovaskular, yang baru dioperasionalkan 2 Agustus 2006. “Hampir 70% alat kesehatan itu merek Philips, sisanya produk buatan Jepang,” Winahyo menambahkan. Patut dimaklumi jika klinik itu banyak memakai alat kesehatan dari Belanda. Sebab berdirinya klinik penanganan jantung itu hasil kerja sama manajemen Hospital Cinere dengan Heart Centre Zwolle – Isala Klinieken, Belanda. Adapun jenis alat kesehatan yang dimiliki Klinik Kardiovaskular, antara lain, alat kateterisasi untuk kateter jantung yang paling canggih. Selain itu ada multislice computerized tomography (MSCT) Scan 64, sehingga sistem kerjanya dalam pembuatan film lebih cepat. Untuk periksa kehamilan, Cinere punya alat ultrasonografi (USG) tiga dan empat dimensi.
Global-Alkes : Bursa Online Jual Beli Dan Info Harga Alat Kesehatan 021-73888872
Thursday, September 20, 2007
Sejumlah rumah sakit besar berani menginvestasikan duit puluhan miliar untuk membeli alat-alat kesehatan berteknologi canggih.
Posted by Cheria Holiday at 8:48 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment