Sunday, September 23, 2007

Penanganan Demam Berdarah

Eijkman dan Unhas

Jakarta, Kompas - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta dan Universitas Hasanuddin Makassar akan melakukan penelitian fundamental dan klinis tentang demam berdarah dengue atau DBD. Keduanya selanjutnya bersinergi dengan Lembaga Penelitian Penyakit Tropis Novartis (NITD) membentuk aliansi strategis bernama NEHCRI dalam penelitian itu.

Demikian penjelasan peneliti dari Lembaga Eijkman, Herawati Sudoyo, Jumat (17/3), di Jakarta. Kerja sama ketiga lembaga ini penting karena penanganan demam berdarah dengue hingga kini belum mampu menekan tingginya angka kasus penyakit itu di Tanah Air. Karena itu, penanganan medis penyakit tersebut perlu disertai penelitian klinis dan fundamental, untuk memperoleh metode pencegahan dan pengobatan yang akurat. Penelitian perlu dilakukan dalam aspek patomekanisme penyakit itu, faktor apa yang memengaruhi DBD. Penelitian, selain penting untuk pencegahan, juga berpotensi menghasilkan temuan baru seperti vaksin dan metode pengobatan.

Eijkman selama ini diketahui memiliki teknologi analisis DNA, dan Unhas banyak meneliti epidemiologi kesehatan di kawasan timur Indonesia. ”Saat ini kami tengah mempersiapkan berbagai sarana pendukung seperti pengadaan peralatan laboratorium dan perekrutan sumber daya manusia. Sebab, keberhasilan penelitian ini sangat tergantung dari kualitas para penelitinya,” kata Herawati. Targetnya, aliansi strategis itu akan efektif berjalan mulai awal Juni mendatang.

Nantinya, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin akan membentuk unit penelitian klinis yang dikhususkan untuk penelitian pasien bagi diagnostik baru, teknologi biomarker, dan kandidat obat baru. Sementara Lembaga Eijkman memfokuskan pada penelitian biologi molekuler dan biokimia dari demam berdarah dan tuberculosis. ”Tipe virus yang ada di Indonesia bisa berbeda dengan negara lain.”

Direktur Lembaga Eijkman Prof Sangkot Marzuki menyatakan, selama ini penyakit-penyakit yang tidak diperhatikan seperti DBD kurang memiliki epidemologi, dan patofisiologi yang penting untuk penemuan obat baru. ”Karena itu, kami menyambut gembira pembentukan aliansi dengan NITD untuk kemajuan yang lebih canggih menuju pemahaman dan pengobatan dari penyakit-penyakit ini,” tuturnya.

Terburuk dalam 10 tahun

Kasus DBD tahun 2006 di Kota Semarang dinilai merupakan kasus terburuk selama 10 tahun terakhir, karena jumlah korban meninggal mencapai 38 orang, dan sebagian besar korban adalah anak-anak. Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Tatik Suyarti, Kamis (16/3), menyatakan perilaku masyarakat dan lingkungan menjadi kunci utama dalam pemberantasan DBD, dan pemkot memperkirakan butuh dana Rp 3,5 miliar untuk menanggulanginya tahun ini.

Hal serupa diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dr Choirul Anwar, penanganan kejadian luar biasa (KLB) DBD tahun ini menghabiskan Rp 900-an juta. Dana itu diambilkan dari dana tak terduga. Sedangkan anggaran rutin yang disediakan APBD kota sekitar Rp 300 juta per tahunnya.

”Diperkirakan tahun 2006 akan lebih banyak pasien yang terkena demam berdarah. Hingga Februari 2006 jumlah penderita mencapai 150 orang. Jumlah itu lebih banyak dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai sekitar 200 penderita,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Said Fahmi.

Selama empat bulan terakhir di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, tercatat peningkatan kasus DBD dua kali lipat. Sejak Januari 2006 telah terjadi 190 kasus DBD dengan seorang di antaranya meninggal.

Meningkatnya kasus, seperti halnya terjadi di sejumlah kota, karena datangnya musim penghujan yang belum diiringi kesadaran masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk) di lingkungan warga. Penyuluhan tentang ancaman DBD juga belum bisa memberi pemahaman yang menggerakkan warga untuk melaksanakan PSN. Sedangkan di Boyolali, pemda setempat mengalokasikan dana Rp 230 juta dan Rp 35 juta untuk fogging.(DOE/AGN/EKI/D10/EVY/NIT/PRA/ART/ANG/EVY)


Gobal-Alkes : Bursa Online Jual Beli Dan Info Harga Alat Kesehatan

No comments: