Sunday, September 23, 2007

Berita Alat Kesehatan

"Tak ada harapan dari Praktik kedokteran". Selama 1997 sampai 2003, MKEK menerima sekitar 100 pengaduan menyangkut praktik dokter. Dari jumlah tersebut 265 dokter yang menerima sankkksi. Namun disayangkan, para dokter yang menerima sanksi tidak dipublikasikan. Baru bisa dipublikasikan apabila ada perintah dari pengadilan. Kondisi tersebut membuka peluang bagi dokter yang pernah menerima sanksi untuk membuka kembali praktik secara liar. UU Praktik Kedokteran, belum diyakini bisa menjawab kasus malapraktik. Ketua Badan Pendiri LBHK, Iskandar Sitorus menilai UU tersebut masih mengabaikan kepentingan publik dan tidak melindungi pasien. Begitu pula soal praktik dokter, dinilainya masih jauh dari harapan sehingga dalam penerapannya kelak tidak mungkin dijadikan landasan hukum manakala terjadi malapraktik. Jika kedua hal tersebut tak segera diperbaiki, pasien yang diduga menjadi korban malapraktik lagi-lagi hanya bisa pasrah dan tak bisa berbuat apa-apa. Sementara itu Ketua MKEK, dr. Broto Wasisto menyatakan MKEK sendiri tidak serta merta menjatuhi vonis bersalah kepada dokter. Setelah melakukan pemeriksaan, MKEK pun bisa menetapkan sanksi. (Hr. Suara Pembaruan 14/3/05)

"Jerman hibahkan alat RS". Menjelang kepulangannya kembali ke negara asal, tentara medis yang tergabung dalam Satgas Jerman bantuan kemanusiaan di Asia Tenggara berencana menyumbangkan peralatan medis dan rumah sakit serta obat-obatan senilai 1,3 juta euro. Menurut petugas penanggungjawab hubungan pers pasukan Jerman, Sersan Kepala Uwe Henning, sumbangan itu terdiri dari dua ruang operasi lengkap dan lima perlengkapan steril, lima tempat tidur, satu unit fasilitas radiologi lengkap, seperangkat peralatan laboratorium, yang seluruhnya akan diserahkan ke RSU Dr. Zainoel Abidin, Kamis mendatang. Dan akan menyumbangkan obat-obatan senilai 200.000 euro. Sebagian ke RSU Dr. Zainul Abidin dan sebagian ke pihak Kesdam. (Hr. Kompas 15/3/05)

KESEHATAN MASYARAKAT

"Penunjukan Askes perlu legalitas yang kuat". Penunjukan PT. Askes sebagai badan penyelenggara aliran dana kompensasi subsidi BBM untuk layanan kesehatan masyarakat dinilai perlu dilengkapi aspek legal yang lebih kuat. Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Hotbonar Sinaga mengatakan kejelasan status hukum, tidak hanya SK Menkes 56/2005, diperlukan guna memperjelas fungsi nirlaba BUMN asuransi yang juga berada dibawah koordinasi Menneg BUMN dan Menkeu ini. Ia mengatakan aliran dana kompensasi Rp. 2,1 triliun ini harus ada hitam putihnya sehingga jelas mana untuk program subsidi premi Askes dan mana yang kompensasi BBM. Regulasi program PKPS BBM untuk sektor kesehatan harus dibedakan dengan kewajiban pemerintah dalam subsidi pembayaran premi. Hotbonar mengkhawatirkan ketiadaan regulasi yang mantap tentang penunjukan Askes ini akan membuat masyarakat mempertanyakan efektivitas penyaluran dana kompensasi BBM tersebut. (Hr. Kompas 15/3/05)

"Sistem Askes dijamin lebih baik dan efektif". Sistem JPKMM melalui PT Askes bersifat nasional dan dijamin lebih baik dan efektif dibandingkan dengan sistem jaminan sosial sebelumnya yang pelayanannya bersifat lokal. Menkes Siti Fadilah Supari mengatakan dengan sistem JPKMM, jaminan kesehatan untuk rakyat miskin lebih bersifat nasional sehingga memungkinkan masyarakat yang tinggal di suatu daerah bisa memperoleh pelayanan kesehatan gratis melalui asuransi kesehatan di daerah lain. Mengenai penunjukkan PT Askes sebagai penyelenggara, karena PT Askes telah berpengalaman puluhan tahun dan berskala nasional dalam mengelola asuransi kesehatan, dan PT Askes menjamin adanya akuntabilitas dan efisiensi (Hr. Pelita 15/3/05)

"Pemda tanggung kekurangan JPKMM". Pemda harus menanggung sendiri kekurangan dana program JPKMM. Dana tersebut dapat bersumber dari APBD. Kalaupun dana belum ada maka penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk rakyat miskin diatur tersendiri oleh pemda setempat. Pemerintah Pusat hanya menganggarkan Rp. 2,1 triliun rupiah untuk melayani 36.146.700 rakyat miskin. Untuk mendata calon penerima JPKMM, pemerintah melibatkan tim desa yang terdiri dari Kades, bidan, petugas lapangan KB, dan tokoh masyarakat pemberdayaan kesejahteraan keluarga. Kata Menkes Dr. Siti Fadilah Supari. (Hr. Republika 15/3/05)

"Hindari balita kurang gizi". Direktur Gizi Masyarakat Depkes, Dr. Rachmi Untoro, MPH mengemukakan, kasus gizi kurang pada balita ada pada semua kabupaten di seluruh Indonesia. 72% dari 440 kabupaten di Indonesia mengalami balita kurang gizi. Selain faktor kemiskinan, kurang gizi juga karena masalah budaya, seperti memberikan makan berupa pisang kunyah pada bayi beberapa hari setelah melahirkan. Itu kan juga memasukkan bakteri dari mulut ibunya. Ini masalah budaya yang perlu terus menerus diingatkan. (Hr. Republika 15/3/05)

PELAYANAN MEDIK

"Swastanisasi RSP beratkan rakyat". Menkes Dr. Siti Fadilah Supari mengungkapkan bahwa Depkes sangat keberatan apabila pemerintah melakukan swastanisasi terhadap rumah sakit pemerintah (RSP). Swastanisasi akan sangat memberatkan masyarakat terutama golongan menengah kebawah. Dampak swastanisasi akan sangat dirasakan oleh mereka yang mampu berobat, namun tidak memiliki asuransi kesehatan. Kalau dijadikan swasta, berarti rumah sakit akan membiayai segalanya, termasuk menggaji pegawai. Jadi, biaya ini akan dibebankan kepada pasien yang pastinya tidak murah. Yang paling dikhawatirkan adalah adanya pihak asing yang memanfaatkan RS, apabila RS tidak mampu mendapatkan dana untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara Magister Manajemen RS dari UGM Laksono Trisnantoro mengatakan yang dicari dalam perubahan bentuk RS adalah efisiensi melalui otonomi RS. Namun RS tetap mempunyai misi kemanusiaan. Solusinya adalah bentuk lembaga yang efisien, mempunyai otonomi tinggi, tetapi bersifat nonprofit. (Hr. Suara Pembaruan 14/3/05)

"UU pengelolaan RS perlu dibuat". Kadinkes DKI Jakarta, Cholik Masulili menilai, sampai saat ini belum ada regulasi yang cocok tentang pengelolaan rumah sakit. Sesuai UU No.1/2004 tentang perbendaharaan negara, memang disebutkan keberadaan BLU. Namun BLU belum terakomodir dalam PP. Karena itu, perlu dibentuk UU menyangkut RS atau PP tentang rumah sakit. Sehingga dalam aturan tersebut nantinya mengakomodir pengaturan menyangkut pengelolaan keuangan, barang dan SDM. (Hr. Republika 15/3/05)

P 2 M & PL DAN LIBANGKES

"Korban HIV/AIDS rambah anak SMP". Dinkes Kota Sukabumi mencatat, sampai pertengahan Maret 2005, sudah ada 15 penderita HIV/AIDS yang meninggal". Sedangkan jumlah penderita secara kumulatif mencapai 65 orang. Sebagian besar korban berusia di bawah 30 tahun, bahkan beberapa diantaranya masih duduk di SMP dan SMA.Kasi P2M Dinkes Kota Sukabumi, dr. Rita menghimbau agar orang tua memberikan perhatian serius terhadap perilaku anak-anaknya. Menurutnya jumlah 15 penderita HIV/AIDS yang meninggal merupakan jumlah kumulatif sejak tahun 2000 sampai pertengahan Maret 2005. (Hr. Pikiran Rakyat 15/3/05)

"Pemberantasan DBD harus dibudayakan". Ancaman DBD sangat meresahkan masyarakat. Sayangnya aparat pemerintah tidak aktif mengadakan aksi pemberantasan sarang nyamuk dan masyarakat tidak dibiasakan hidup dengan kepedulian yang tinggi untuk mengatasi penyakit itu, yaitu dengan melakukan PSN terus menerus. Hingga Februari 2005, tercatat 5.500 kasus di Indonesia dengan lebih dari 120 orang meninggal. Dari kasus tersebut, 1.952 kasus DBD di DKI Jakarta dengan korban meninggal 20 orang. Menurut Ketua IAKMI, Husein Habsyi, upaya pemberantasan sarang nyamuk selama ini lebih banyak terbatas dalam bentuk kampanye komunikasi, berupa penyuluhan 3M, pembagian brosur, leaflet dan lainnya. Sangat kurang kampanye dalam bentuk aksi yaitu dengan memotivasi dan terjun langsung bersama warga memberantas jentik nyamuk DBD. (Hr. Terbit 14/3/05)


Global-Alkes : Bursa Online Jual Beli Dan Info Harga Alat Kesehatan

No comments: