Tuesday, September 18, 2007

Uji Formalin Sendiri Lebih Terpercaya

Konsumen tampaknya bisa sedikit berlega hati. Di tengah maraknya isu
makanan berformalin, ternyata mereka bisa mengujinya sendiri dengan alat
sederhana. Tes kit formalin tersebut berwujud kertas indikator yang akan
berubah warna ketika dicelupkan ke dalam air bilasan makanan yang
mengandung formalin.

Bila bagian kertas berubah ungu, maka makanan yang dites dapat
dipastikan diproduksi menggunakan formalin. Untuk lebih meyakinkan
diperkuat dengan uji laboratorium.

"Kami sudah melakukannya untuk penyaringan, selanjutnya dites di
laboratorium," kata Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dedi Fardiaz ketika
dihubungi di Jakarta, Selasa (24/1).

Penggunaan tes kit oleh BPOM, lanjut Dedi, tak terhindarkan karena
jumlah makanan yang akan dites mencapai ribuan buah. Hingga kini, tes
kit masih diakui memiliki kepekaan tinggi. Semakin besar kandungan
formalin dalam produk makanan, perubahan warna setelah dicelupkan ke air
bilasan akan semakin jelas.

Selain menggunakannya sendiri, Kepala BPOM Sampurno dalam jumpa pers
kemarin mengharapkan agar PD Pasar Jaya juga memilikinya sebagai alat
kontrol produk makanan yang dijual di pasar. Begitu pula pengelola
swalayan untuk melindungi konsumen dari bahaya mengonsumsi makanan
berformalin.

Menurut Sampurno, tes kit tersebut dijual untuk umum dan dapat diperoleh
dengan mudah di toko-toko kimia atau sebagian di apotek. Harganya
berkisar Rp 10.000 per lembar. Umumnya, satu paket tes kit berisi
seratus lembar dijual antara Rp 800.000 hingga Rp 1 juta.

Kasus Kendari

Kepada wartawan, Kepala BPOM menyatakan bila tindak lanjut pengawasan
terhadap penyalahgunaan formalin sebagai pengawet tahu dan mi basah di
seluruh Indonesia telah memotong mata rantai pasokan formalin.
Peredarannya pun diklaim lebih terkendali.

"Saat ini sangat sulit menemukan penjualan formalin kepada perorangan,"
kata dia.

Begitu pula pantauan produk tahu dan mi basah oleh delapan Balai Besar
POM di seluruh Indonesia, kecuali Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD). Persentase formalin dalam kedua sampel produk terhitung kecil.

Berdasarkan uji sampel di laboratorium terhadap 1.570 produk tahu
diperoleh 1.540 sampel di antaranya bebas formalin. Hanya 30 sampel
(1,91 persen) yang dideteksi mengandung formalin.

"Itu pun menurut laporan balai-balai POM di daerah kandungannya kecil,"
tambah Sampurno.

Secara keseluruhan, tujuh belas wilayah bebas produk tahu berformalin,
di antaranya Medan, Yogyakarta, Semarang, Manado, Makassar, Kupang,
Ambon, dan Jayapura. Adapun tujuh wilayah lainnya masih ditemukan produk
tahu berformalin di antara 1,3 persen seperti di Pekanbaru hingga 7,4
persen di Surabaya.

Hasil uji laboratorium menemukan Kendari memiliki sampel tahu
berformalin terbanyak, yakni 10 sampel (10,42 persen) dari 96 sampel
yang diuji. "Kami sudah mengubah daerah hitam yakni wilayah dengan
persentase di atas sepuluh persen," kata dia.

Untuk produk mi basah, dari 997 sampel sebanyak 24 sampel di antaranya
(2,41 persen) mengandung formalin. Lima wilayah ditemukan sampel
berformalin relatif kecil, seperti Pekanbaru (2,44 persen), Bandung
(1,96), Surabaya (6,52), Pontianak (6,15), dan Kendari (4,17).

Berdasarkan sampel dan uji laboratorium, Bandar Lampung merupakan
wilayah dengan kandungan mi basah berformalin tertinggi. Sebanyak 12
sampel (15 persen) dari 80 sampel mengandung formalin.

Diungkapkan Sampurno, pihaknya bekerja keras menekan jumlah peredaran
mulai dari sumbernya, baru kemudian ke para distributor.

Pengawasan

Untuk pengawasan, BPOM meminta keterlibatan intens pemerintah kabupaten
dan pemerintah kota sesuai isi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. "Sebetulnya semua produk
pangan seperti tahu, mi basah, dan makanan produk rumahan itu domain
kabupaten/kota. Tidak ada kebijakan paling tepat untuk pengawasan selain
memberdayakan pemerintah kabupaten/kota," ungkap Sampurno.

Salah satu peran yang diharapkan adalah pengalokasian anggaran untuk
program pengawasan mutu pangan. Hingga kini, BPOM telah melatih lebih
dari 2.300 tenaga penyuluh keamanan pangan dan 1.691 inspektur pengawas
pangan wilayah.

Di tataran payung hukum, BPOM mengharapkan segera munculnya tata niaga
formalin yang kini draf-nya dibahas di Departemen Perdagangan.

"Tanpa itu, pengawasan di lapangan menjadi berat," lanjut Sampurno.

Sesuai Undang-Undang No 7/1996 tentang Pangan, penyalahgunaan formalin
sebagai pengawet makanan diancam penjara maksimal lima tahun dan atau
denda maksimal Rp 600 juta. (GSA)Global-Alkes : Bursa Online Jual Beli Dan Info Harga Alat Kesehatan

No comments: